Joshua Kimmich Dikecam Usai Remehkan Kualitas Arsenal: Sebuah Mentalitas Berbahaya?
Bayern Munich menelan kekalahan pahit di tangan Arsenal pada Rabu lalu dalam ajang Liga Champions. Laga yang awalnya diprediksi berlangsung sengit antara dua tim raksasa Eropa ini justru berakhir dengan kesenjangan skor yang jauh melebihi perkiraan banyak pihak, termasuk gelandang andalan Bayern, Joshua Kimmich.
Usai pertandingan yang berakhir 3-1 untuk kemenangan Arsenal itu, Kimmich berbicara kepada TNT Sport. Dalam pernyataannya, ia terkesan meremehkan performa Arsenal, bahkan menyebut bahwa The Gunners bukanlah tim terberat yang dihadapi FC Bayern musim ini. Sebuah komentar yang cukup mengejutkan mengingat skor akhir pertandingan.
Berikut adalah kutipan lengkap Kimmich yang menuai banyak sorotan:
“Tidak, saya rasa tidak,” kata Kimmich kepada TNT Sport ketika ditanya apakah Arsenal adalah tim terberat yang pernah dihadapi Bayern tahun ini. “Saya pikir PSG adalah tim yang paling tangguh. Terutama cara mereka bermain.”
“Arsenal benar-benar berbeda. Mereka mengandalkan bola mati. Mereka suka memainkan bola-bola panjang. Mereka suka berebut bola kedua. Itu adalah pertandingan yang sangat berbeda melawan PSG. Itu lebih seperti pertandingan sepak bola.”
“Hari ini bukan soal sepak bola. Ini lebih tentang manajemen permainan dan duel. Arsenal melakukannya dengan sangat baik malam ini. Kemenangan mereka memang pantas didapat, tapi kami harus belajar dari pertandingan ini.”
Analisis Klaim Kimmich: PSG Lebih Tangguh?
Klaim Kimmich yang menempatkan Paris Saint-Germain (PSG) sebagai lawan terberat ketimbang Arsenal menimbulkan pertanyaan. Mungkin di musim lalu, namun performa Paris Saint-Germain musim ini tidak lagi sementereng dulu. Mereka memang mengalahkan Chelsea di final Piala Dunia Antarklub, tetapi di liga domestik, mereka mencatatkan tiga hasil imbang dan satu kekalahan.

Di Liga Champions, PSG memang hanya kalah sekali (tentu saja dari Bayern), namun performa mereka tidak selalu dominan. Melawan Tottenham, misalnya, mereka hanya menang tipis 5-3, padahal Tottenham adalah tim yang sama yang baru saja dihancurkan Arsenal dengan skor telak 4-1 beberapa hari sebelumnya.
Di sisi lain, Arsenal justru menuai banyak pujian musim ini. Mereka memuncaki klasemen Liga Premier dengan hanya dua hasil seri dan satu kekalahan (dari Liverpool). The Gunners belum kebobolan satu gol pun di Liga Champions sebelum menghadapi Lennart Karl, dan lini pertahanan mereka disebut-sebut sebagai salah satu yang terbaik di Eropa saat ini.
Joshua Kimmich mungkin berpikir PSG lebih baik karena gaya bermain mereka lebih cocok dihadapi Bayern. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Arsenal adalah tim yang lebih siap dan superior saat ini, dan mereka membuktikannya melalui cara bermain pada Rabu malam itu.
“Ini Bukan Sepak Bola”: Kimmich Ragukan Gaya Main Arsenal?
Pernyataan Kimmich yang menyebut pertandingan melawan Arsenal “tidak banyak tentang sepak bola” juga patut disorot. Setiap penggemar sepak bola akan setuju bahwa bola mati, bola panjang, pengelolaan permainan (game management), dan memenangkan duel adalah bagian krusial dari permainan. Bahkan pelatih sekelas Pep Guardiola pun tidak akan menyangkalnya. Jadi, mengapa Kimmich berpandangan demikian?
Ini mencerminkan mentalitas yang patut dipertanyakan dari seorang wakil kapten Bayern Munich, dan kita berharap mentalitas ini tidak menular ke seluruh skuad. Ketika Bayern mengalahkan PSG, seluruh tim juga menempatkan sembilan pemain di belakang bola dan bertahan rapat. Apakah itu disebut “sepak bola” atau “anti-sepak bola”? Jika itu sepak bola, maka standar Kimmich tampaknya sangat subjektif.
Sikap meremehkan ini bahkan bisa menjelaskan mengapa eksekusi bola mati Kimmich seringkali kurang efektif. Tendangan sudut dari Arsenal di pertandingan itu terasa seperti rudal ICBM yang mengarah langsung ke gawang Manuel Neuer. Mengapa Bayern Munich tidak bisa melakukan hal serupa? Jika bisa, mungkin hasil pada Rabu lalu akan berbeda.
Kimmich adalah pemain senior, wakil kapten, dan salah satu nama pertama yang masuk daftar tim Bayern Munich. Apa yang ia pikirkan tentang pertandingan seperti ini bisa menjadi indikasi pandangan seluruh tim. Jika tim sudah merasa berpuas diri dengan cara Arsenal bermain, maka ini adalah alarm bahaya besar bagi Bayern.
Mari kita lihat dari sudut pandang lain: Bayern Munich memasuki pertandingan dengan mengetahui bahwa Arsenal ahli dalam bola mati. Lalu, di mana persiapan mereka? Tim asuhan Kompany kebobolan dari sepak pojok pertama yang didapat The Gunners. Sebelumnya, kami diberitahu bahwa ada rencana untuk menangani situasi bola mati. Ke mana perginah rencana itu?
Jika Arsenal “tidak bermain sepak bola,” lalu mengapa mereka mengalahkan Bayern dalam urusan tembakan 10 berbanding 5 di babak kedua (7 berbanding 1 untuk tembakan tepat sasaran)? Mengapa David Raya hanya perlu melakukan satu penyelamatan sepanjang pertandingan? Bukankah memalukan, kalah telak dan kemudian mengatakan lawan Anda tidak bermain sepak bola?
Kimmich mengatakan Bayern akan belajar dari kekalahan ini. Namun, jika ada pelajaran yang harus diambil, mengapa justru meremehkan tim yang memberikan pelajaran tersebut? Sejujurnya, sikap berpuas diri seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pernyataan Kimmich mengirimkan pesan yang salah kepada tim dan publik. Terkesan arogan, kasar, dan bahkan berbau kepahitan.
Semoga, para petinggi klub tidak memiliki sikap yang sama dengan Kimmich. Jika tidak, Bayern Munich mungkin harus puas menjadi runner-up hingga akhir musim. Untuk menjadi tim papan atas yang sesungguhnya, Bayern harus menunjukkan mentalitas yang lebih baik.
(SA/GN)
sumber : www.bavarianfootballworks.com
Leave a comment